Catatan Perjalanan Ziarah ke Kalimantan Selatan (2)
KETIKA ke Kalsel, saya bersama istri menyempatkan diri berziarah ke makam Al Alimul Allamah Asy Syaikh Al Hajj Muhammad Zaini bin Abdul Ghoni yang lebih dikenal dengan sebutan Guru Ijai atau Guru Sekumpul Martapura Kalsel.

Ketika memasuki kompleks pemakaman Sekumpul seluas beberapa hektare, saya lihat sejumlah rumah berderet mirip perumahan di Kota Samarinda. Di antara pemiliknya ternyata warga Samarinda, yakni Hj Fatimah atau Hj Timah, warga Air Putih Samarinda Ulu dan almarhum H Syahril, pengusaha bahan bangunan di Jl Kebaktian Kelurahan Sungai Pinang Dalam.

Di Sekumpul saat itu tak terlihat seorang pun pengemis, seperti di makam Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari atau Datu Kalampayan atau Makam Abdullah (orangtua Muhammad Arsyad) di Lok Gabang Kecamatan Astambul, juga di makam sunan-sunan di Jawa. Penjual kembang juga tak terlihat. Parkir mobil dan motor tak dipungut bayaran. Begitu juga menaruh sandal dan sepatu. Hal seperti sangat berbeda dari biasanya.

Sebelum masuk ke kubah yang berdampingan dengan musala Al Raudhah, di makam Al Alimul Allamah As Syaikh Al Hajj Muhammad Salman bin Hajj Abdul Jalil (Salman Bujang), Guru Ijai dan Al Alimul Allamah As Syaikh Hajj Muhammad Seman bin Al Hajj Mulia, saya lihat bila wanita memakai celana panjang diwajibkan masuk ke kamar ganti pakaian dan diminta mengganti dengan sarung dan kerudung. Di kamar ganti itu tersedia sarung atau tapih (bahasa Banjar, Red.) sebanyak 50 lembar dan kerudung. Juga disediakan beberapa kotak popok bayi untuk peziarah yang membawa bayi.

Kubah yang saya masuki itu berukuran sekitar 800 meter persegi terdapat tirai warna kuning yang memisahkan peziarah pria dan wanita. Di kubah pria, saya saksikan pengunjung yang membaca Surat Yasin dan bacaan lainnya yang pahalanya dihadiahkan kepada Salman Bujang, Guru Ijai dan Seman. Setelah itu, saya melihat mereka antre cukup panjang menuju ke tiga makam dan di depan ketiga makam berdoa, kemudian mengusap dengan tangan nisan plus menciumnya. Saya yang menyaksikan perilaku peziarah tersebut hanya diam seribu bahasa. Saya tak mampu melakukan serupa fanatisme terhadap Guru Sekumpul, Salman Bujang dan Seman.

Peziarah wanita juga melakukan hal yang sama.

Wafatnya Guru Sekumpul tanggal 5 Agustus 2005 M atau 5 Rajab 1426 H lalu memang sudah membuat sebagian besar masyarakat Kalsel kehilangan seorang panutan. Wafatnya Guru Ijai seperti sebuah lampu, saat ini redup, tapi bukan padam. Ungkapkan itu pernah disampaikan Guru Said (65), paman Guru Ijai kepada pers.

Sebelum Guru Ijai wafat, Guru Said mengaku sudah mendapat firasat ketika dalam satu pertemuan dengan keponakannya itu sempat berucap mereka berdua sudah tua. Apalagi Habib Husin telah mendahului menghadap Sang Khalik di usia yang lebih muda. Bahkan sebelum Guru Ijai berangkat ke Singapura, ada orang "Dalam Pagar" yang dipanggil ke Sekumpul. Kepada orang yang tak disebutkan identitasnya itu, Guru Ijai menanyakan kondisi dirinya. Tak lama setelah itu, ulama karismatik yang juga ayah angkat penyanyi Chrisye itu berangkat ke Negeri Singa sampai akhirnya meninggal dunia. (asnan haroen/bersambung)


Disneyland 1972 Love the old s